HOME   PUISI   JOURNAL   PHOTOS   THOUGHTS

Jejak Furqan

Menyusuri sebuah jejak warna yang dulu pernah menghias puisi seorang pemuja, demi sebuah cinta.


Desir angin tua menyapa kalbu yang masih kebasahan oleh hujan panas yang pernah datang entah dari mana.

Membawa kenangan dan pengharapan. Sedikit pun tak bertitah 'tuk mengusik pedih luka, atau mengundang tangis yang bersembunyi di balik kesegaran embun-embun pagi di taman ini.

Justru ingin bertanya jawab, pada saksi-saksi yang tak pernah buta dan tuli, tapi selalu bisu itu. Adakah berguna sebuah sejarah kekalahan pada seorang pejuang yang miskin (jiwa)? Seberapakah kudrat yang ada untuk mengkambus awan hitam yang menari-nari di balik tembok pemisah antara haq dan kebathilan? Ternyata jawabnya ada dalam setiap hela nafas yang menghembus, silih berganti antara malam dan siang, antara kalah dan menang.


Sang pemuja berlari kencang mengejar dan dikejar oleh pemasung waktu dan cita yang tertinggalkan. Hingga jejak kembali ia ke taman ini, tempat mula percobaan dan tantangan, penguji iman dan amal. Siapkah ia menapak jalan semula, sedang bekal diberi ibu hanya seberkas pelajaran dari sebuah sejarah kegagalan...?







p.s. nyum nyum, banana split (of Dairy King, Selera Putrajaya Food Court) is one good ending for this poem :-)

 

0 comments: